Jumat, 31 Januari 2014

PNS Nonguru Boleh Pilih Usia Pensiun

Sebanyak 158 orang pegawai negeri sipil (PNS) nonguru yang sudah mengusulkan pensiun dengan batas usia 56 tahun pada Februari 2014 mendapat keistimewaan. Mereka bisa memilih pensiun pada usia 56 tahun atau 58 tahun sesuai aturan baru. Hal itu diungkapkan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Klaten, Cahyo Dwi Setyanta, saat Sosialisasi Undang-Undang (UU) No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pendapa Pemkab Klaten, Rabu (29/1). Dalam UU ASN tersebut, diatur perpanjangan masa pensiun dari 56 tahun menjadi 58 tahun. Namun, untuk pejabat tinggi, guru, dan dosen, tidak ada perubahan dan tetap pensiun pada usia 60 tahun.

“Keistimewaan ini sesuai surat dari Kepala BKN [Badan Kepegawaian Negara] No. K.26-30/V.7-3/99 tertanggal 17 Januari 2014 tentang batas usia pensiun PNS. Jadi, ada dua opsi, yakni PNS yang sudah diusulkan pensiun pada usia 56 tahun bisa berhenti pada usia itu, atau ingin bekerja lagi dengan aturan baru hingga 58 tahun,” katanya. Sebab dari data yang ia miliki, jumlah usulan PNS nonguru yang akan pensiun mulai Februari 2014, ada 158 orang. Jumlah itu terdiri atas 41 orang yang sudah menerima Surat Keputusan (SK) pensiun, 54 orang SK pensiunnya sudah jadi tetapi belum diterimakan, dan ada 63 orang yang SK pensiunnya belum jadi.

“Bagi 158 orang PNS nonguru yang sudah diusulkan pensiun atau sudah menerima SK, kami minta untuk memilih satu dari dua opsi tersebut. Mereka yang ingin melanjutkan bekerja hingga usia 58 tahun kami minta membuat surat pernyataan,” ujarnya. Selain itu, bagi mereka yang sudah menerima SK pensiun, diminta mengembalikan SK-nya untuk usulan pembatalan ke BKN. Tapi, kebijakan itu hanya untuk PNS dengan kelahiran mulai Januari 1958.

Di sisi lain, berdasarkan data di BKD Klaten, jumlah total PNS Klaten saat ini mencapai 14.000 orang. Dari jumlah itu, ada sekitar 827 orang PNS yang memasuki masa pensiun pada 2014 karena sudah berusia 56 tahun. Namun setelah UU ASN diterapkan, sejumlah PNS ada yang akan diperpanjang masa kerjanya hingga 2016. Sementara itu, BKD mencatat kekurangan PNS terbanyak adalah guru SD yang ditutup dengan guru honorer. Ada juga sejumlah pejabat tinggi yang belum diisi di antaranya Sekretaris Daerah Klaten, dua orang Staf Ahli, Kepala Badan Lingkungan Hidup, dan Kepala Inspektorat Daerah Klaten. Sumber

25.878 Rumah Tangga Klaten Terima Bantuan

Sebanyak 25.878 rumah tangga sangat miskin (RTSM) di 25 kecamatan di Kabupaten Klaten menerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementrian Sosial (Kemensos), Selasa (7/1/2014). Total bantuan tersebut mencapai Rp15,7 miliar. Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Klaten, Slamet Widodo, mengatakan besaran bantuan tersebut berbeda-beda untuk setiap RTSM. Minimal Rp800.000/tahun dan maksimal Rp2,8 juta/tahun.

“Awalnya, jumlah RTSM yang diproses di Kemensos mencapai 30.325 RTSM. Tapi, setelah divalidasi sesuai syarat-syaratnya, yang berhak menerima bantuan sebanyak 25.878 RTSM. Total bantuan yang diberikan sebesar Rp15,7 miliar,” katanya saat ditemui wartawan seusai penyerahan bantuan secara simbolis di Kantor Pos Klaten, Selasa. Besarnya bantuan yang diterima masing-masing RTSM disesuaikan dengan beberapa kategori sesuai jumlah tanggungan. Di antaranya adanya ibu hamil, anak usia SD, dan anak usia SMP. Sedangkan bantuan tetap untuk masing-masing RTSM sebanyak Rp300.000/tahun.

Jadi, lanjut dia, keluarga yang mempunyai anak usia SD ditambah bantuan Rp500.000/tahun, anak usia SMP dibantu Rp1 juta/tahun, dan ibu hamil dibantu Rp1 juta/tahun. Bantuan itu dibagikan setiap tiga bulan sekali, selama lima tahun. Menurut Kepala Kantor Pos Klaten, Sugandi, pengambilan bantuan dilayani selama sepekan ke depan agar tidak terjadi penumpukan antrean. Semua penerima bisa mengambil di Kantor Pos di masing-masing kecamatan sesuai domisili. Sedangkan di wilayah Kecamatan Kemalang dan Kalikotes yang tidak ada kantor pos akan diantarkan langsung oleh petugas.

“Kami melayani pengambilan bantuan itu selama sepekan mulai hari ini [Selasa]. Kami sudah memberikan jadwal untuk para penerima dan kami harap pengambilannya bisa tepat waktu. Tapi, bagi yang terlambat, masih kami layani di luar jadwal,” katanya saat ditemui di Kantor Pos, Selasa. Saat itu, Bupati Sunarna yang memberikan bantuan triwulan keempat 2013 itu secara simbolis juga berpesan agar bantuan tersebut digunakan kebutuhan mendesak dan biaya pendidikan anak. Bantuan itu diberikan secara perdana di Kantor Pos Klaten.

“Bantuan itu memang diberikan untuk meringankan beban keluarga yang kurang mampu dalam mencukupi kebutuhan mereka, terutama kesehatan dan pendidikan anak. Jadi, saya harap, ini bisa dimanfaatkan warga dengan baik. Sebab, nantinya akan ada evaluasi apakah mereka berhak menerima bantuan lagi atau tidak,” katanya di depan para penerima bantuan PKH. Sumber

Tunjangan Profesi Guru Penyumbang Terbesar Sisa Anggaran

Tunjangan profesi guru dan tambahan penghasilan (tamsil) guru merupakan sumbangan terbesar dalam sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) APBD Klaten 2013 yang mencapai Rp250 miliar. Dari jumlah itu, silpa untuk tunjangan guru sebesar Rp92,5 miliar. Silpa tersebut dari hasil perhitungan Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Klaten. Dana sebesar Rp92,5 miliar itu terdiri atas dana sertifikasi Rp83 miliar dan tambahan penghasilan guru Rp9,5 miliar. Menurut Kepala Bidang Anggaran DPPKAD Klaten, Wardoyo, silpa dari sertifikasi guru merupakan akumulasi dari silpa selama tiga tahun terakhir.

“Pada 2012 masih ada dana sertifikasi yang belum dibayarkan selama dua bulan yakni November dan Desember. Di tahun itu, dana yang tersisa ada Rp11 miliar. Dan pada 2011 juga masih ada sisa sebesar Rp6 miliar,” katanya saat ditemui wartawan di DPPKAD,” Selasa (7/1/2014). Sedangkan pada 2013 ini, lanjut dia, total anggaran untuk sertifikasi guru ditambah dengan silpa dua tahun sebelumnya menjadi Rp334 miliar, dan terserap sekitar Rp251 miliar. Sedangkan total anggaran untuk tamsil guru sebesar Rp15,11 miliar dan yang terserap hanya Rp5,53 miliar. Perhitungan itu berdasarkan laporan terakhir pencairan dana yang dilakukan Dinas Pendidikan (Disdik) Klaten.

“Belanja pegawai khususnya guru, merupakan penyumbang silpa terbesar. Tapi penyebabnya apa, kami tidak tahu secara pasti karena itu kewenangan di Disdik. Kami hanya memproses pencairan dana jika ada kegiatan yang sudah dilaksanakan,” tuturnya. Kepala DPPKAD Klaten, Sunarno, menambahkan besaran silpa yang mencapai Rp250 miliar itu merupakan jumlah terbesar selama lima tahun terakhir. Sedangkan pada 2012 lalu, besaran silpa hanya Rp81 miliar. “Selain belanja pegawai yang tidak direalisasikan, silpa juga berasal dari sektor lain seperti perjalanan dinas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran. Ada juga sisa anggaran dari lelang proyek,” imbuhnya.

Terpisah, Kepala Bidang Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Disdik Klaten, Muzayin, mengatakan sedang tugas di luar kota sehingga tidak tahu secara pasti jumlah silpa dari dana sertifikasi dan tamsil untuk guru tersebut. Namun, ia menyatakan dari silpa 2013, ada yang digunakan menutup tunjangan sertifikasi guru yang belum diberikan pada 2012 lalu. “Ini saya sedang tugas di luar kota sehingga tidak hapal rincian jumlahnya. Tapi, yang pasti, silpa 2013 sebanyak Rp40 miliar akan kami gunakan membayar dana sertifikasi yang belum diberikan selama dua bulan pada 2012,” katanya saat dihubungi Solopos.com Selasa.

Hanya, lanjut dia, untuk pembayarannya masih menunggu hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Januari ini. Hasil audit tersebut akan ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk petunjuk teknisnya. Sumber

Dinkes Klaim Sudah Anggarkan untuk Program BPJS

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Klaten mengeklaim sudah menganggarkan biaya pembayaran premi untuk program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam APBD 2014. Anggaran yang disiapkan sebesar Rp8 miliar untuk membayar premi bagi 31.000 orang peserta penerima bantuan iuran (PBI). Hal itu diungkapkan Kepala Dinkes Klaten, Ronny Roekminto, kepada solopos.com, Jumat (17/1/2014). “Pada APBD 2014, kami sudah mengusulkan Rp8 miliar untuk pembayaran premi bagi PBI yang awalnya dari peserta Jamkesda [Jaminan Kesehatan Daerah]. Jadi, setiap bulannya kami bayarkan Rp19.225 per orang untuk setiap bulannya dan ini sesuai sistem BPJS dan bukan Jamkesda lagi,” katanya.

Ia menambahkan dana Rp8 miliar itu untuk membiayai 31.000 orang. Menurutnya, jumlah peserta tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yang masih berupa peserta Jamkesda sebanyak 25.000 orang. Sedangkan premi bagi peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang besarannya juga Rp19.225/orang/bulan, lanjut dia, tetap ditanggung pemerintah pusat. Di sisi lain, ia menyatakan Jaminan Persalinan (Jampersal) tidak diberlakukan lagi sejak dimulainya program BPJS. Terkait hal itu, ada kebijakan baru dari pemerintah pusat bagi bayi yang dilahirkan dari ibu peserta PBI, akan ditanggung BPJS Kesehatan.

Kebijakan tersebut sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Kesehatan (Menkes) No.32/I/2014. Dalam SE itu berisi bayi baru lahir dari peserta PBI atau masyarakat miskin secara otomatis dijamin BPJS Kesehatan. Meskipun surat itu tertanggal 1 Januari 2014, Ronny menyatakan baru mendapat SE tersebut Kamis (16/1/2014) malam. “Kemarin [Kamis] malam, saya menerima SE Menkes No.32/I/2014 yang berisi bayi baru lahir dari peserta PBI secara otomatis dijamin oleh BPJS kesehatan. Walaupun edaran tersebut tertanggal 1 Januari 2014, tetapi saya baru menerimanya kemarin [Kamis]. Secepatnya akan kami sosialisasikan ke rumah sakit dan puskesmas dengan surat edaran dari dinas,” tuturnya.

Penjaminan itu, lanjut dia, bagi bayi yang baru saja dilahirkan oleh ibu peserta BPJS Kesehatan yang membutuhkan perawatan lebih seperti inkubator, maka tidak pihak keluarga tidak perlu mengeluarkan biaya. “Jadi, bayi yang baru lahir dari peserta PBI yang membutuhkan pelayanan lanjutan akan dibiayai dari program BPJS,” imbuhnya. Pihak RSUP dr. Soeradji Tirnonegoro (RSST) Klaten juga baru mendapatkan SE pembebasan biaya bagi bayi peserta BPJS Kesehatan golongan PBI. Mereka lalu memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui pengeras suara.

“Kami baru saja menerima SE itu dari email [surat elektronik]. Jadi, mulai hari ini [Jumat], bayi yang dilahirkan dari ibu peserta PBI secara otomatis ditanggung BPJS Kesehatan sehingga pelayanan tambahan untuk bayi mereka akan digratiskan,” kata Humas RSST Klaten, Petrus Trijoko, kepada wartawan, Jumat. Sumber

Dinkes Klaten Susulkan 756 Warga Miskin ke BPJS

Dinas Kesehatan (Dinkes) kembali mengirimkan data 756 orang warga miskin di Klaten yang belum terdaftar dalam program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Data susulan itu untuk menggenapi kuota 31.000 orang Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kepala Unit Pembiayaan Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten, Nurcholis Arif Budiman, mengatakan pemerintah desa diberikan toleransi untuk mengumpulkan data susulan hingga Kamis (16/1/2014). Sebab, pihak BPJS hanya memberikan waktu hingga 20 Januari untuk pengajuan data susulan.

“Setelah kami berkoordinasi dengan BPJS, mereka bersedia memberikan toleransi untuk pengumpulan data susulan hingga 20 Januari. Jadi, kami upayakan bisa terkumpul hari ini [Kamis]. Tapi, kenyataannya hingga pukul 15.00 WIB ini, kami hanya menerima data 756 orang,” katanya saat ditemui Solopos.com di ruang kerjanya, Kamis. Saat ini, lanjut dia, masih ada lima desa di dua kecamatan yang belum mengirimkan data sama sekali ke Dinkes. Sedangkan sebelumnya, warga yang telah didaftarkan dalam BPJS Kesehatan sebanyak 29.607 orang.

Terkait data-data yang sudah dikirim ke BPJS, ia menyatakan masih banyak kesalahan salah satunya salah tulis nomor induk kependudukan (NIK). Jadi, setelah dicocokkan dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil), pemilik NIK tersebut tidak sesuai dengan nama yang terdata. “Kami juga baru tahu setelah ada informasi dari BPJS yang melakukan pencocokan data dengan Dispendukcapil. Ternyata, dalam pendataan dari desa, banyak NIK yang tidak sesuai dengan nama orang yang didata. Sebab, salah tulis satu angka saja pasti sudah nama orang lain. Jadi, kami harus mengecek ulang,” ujarnya.

Ia berharap pihak desa bisa lebih teliti dalam mendata karena nantinya berkaitan dengan penerbitan kartu yang akan digunakan warga untuk berobat. Pembuatannya akan memakan waktu lebih lama karena harus mencocokkan kembali dengan data yang benar. Di sisi lain, sambil menunggu terbitnya kartu baru, bagi warga yang sebelumnya sebagai peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan sudah terdaftar dalam BPJS masih bisa menggunakan kartu lama. Sedangkan untuk peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) tidak bisa menggunakan kartu lama. Bagi mereka yang ingin berobat, melampirkan foto kopi kartu keluarga yang dilegalisir BPJS Kesehatan sebagai bukti bahwa sudah terdaftar sebagai PBI.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah Klaten, Sartiyasto, mengatakan sebenarnya Pemkab sudah memberi kesempatan kepada desa untuk mengumpulkan warga yang akan didaftarkan dalam BPJS. Namun, itu tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh mereka. “Kami sudah memberikan waktu selama beberapa bulan kepada desa untuk mengumpulkan data. Tapi mengapa tidak dimanfaatkan? Apalagi itu menyangkut pelayanan bagi masyarakat. Kami pun juga dibatasi waktu oleh BPJS. Kalau tidak masuk data, nantinya masyarakat juga yang dirugikan,” katanya kepada wartawan, Kamis. Sumber

Kades di Klaten Belajar Pembukuan

UU Desa telah disahkan. Tujuh kepala desa (Kades) dan belasan puluhan perangkat desa di Kecamatan Kalikotes mengikuti bimbingan teknis administrasi keuangan dan keuangan di Merapi Resto, Klaten, Sabtu (11/1/2014). Pelatihan itu untuk menyambut diterapkannya Undang-Undang Desa mulai tahun ini.

Kegiatan pelatihan tersebut digelar Paguyuban Kades Kalikotes dan Pemerintah Kecamatan Kalikotes. Dalam kesempatan tersebut menghadirkan beberapa narasumber, di antaranya dari Inspektorat Klaten.

Ketua Paguyuban Kades di Kalikotes, Ponidi, mengatakan kegiatan tersebut untuk melatih Kades dan perangkatnya untuk membuat pembukuan dana khas desa yang baku. Pasalnya, selama ini masih ada beberapa Kades maupun perangkat desa yang terkesan asal-asalan dalam membuat pembukuan.

“Harapannya, dengan adanya pelatihan ini mereka bisa membuat pembukuan yang standar dan baku.  Apalagi, saat ini UU Desa disahkan dan desa mendapatkan gelontoran dana dari pusat yang cukup besar,” paparnya saat dihubungi Solopos.com, Minggu (12/1).

Dengan laporan yang baku dan transparan itu, diharapkan Kades dan perangkat bisa semakin berhati-hati dalam mengelola dana dari pusat. Selain itu, juga terhindar dari potensi tindakan korupsi. Sumber

SPSI Klaten Sebut Jaminan Kesehatan Beratkan Pekerja

Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Klaten menganggap program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) memberatkan para pekerja. Sebab, jaminan kesehatan, keselamatan kerja, dan hari tua yang awalnya menjadi satu, kini dipisah pengelolaannya. Ketua SPSI Klaten, Sukadi, mengatakan beberapa waktu lalu telah mengadakan rapat koordinasi dengan pimpinan unit kerja (PUK) se-Kabupaten Klaten terkait program BPJS. Menurutnya, para pekerja tersebut khawatir program BPJS malah memberatkan mereka karena ada pemisahan pengelolaannya.

“Beberapa waktu lalu, kami mengadakan rapat dengan PUK se-Kabupaten Klaten dan mereka masih bingung dengan program BPJS. Sebab, jaminan untuk pekerja seperti kesehatan, hari tua, dan kecelakaan kerja, dipisah pengelolaannya. Sedangkan sebelumnya, program itu menjadi satu dalam Jamsostek [Jaminan Sosial Tenaga Kerja],” katanya saat dihubungi Solopos.com, Minggu (26/1/2014). Ia juga menyatakan masih banyak pekerja yang keberatan dengan pemberlakukan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan. Sebab, pekerja juga dibebani tambahan pembayaran premi selain pembayaran yang dilakukan perusahaan. Selain itu, bagi pekerja yang belum terdaftar dalam JKN dan harus mendaftar sendiri, maka preminya cukup tinggi.

“Sebenarnya, kami tidak masalah dengan progam BPJS asal tidak memberatkan para pekerja. Kalau nanti jaminan kesehatan sudah dibebani dan jaminan kecelakaan kerja atau hari tua masih membayar premi lagi, maka sama saja memberatkan pekerja karena seperti asuransi. Terutama bagi mereka yang memperoleh gaji UMK [upah minimum kebupaten] dan dibawah UMK,” ujarnya. Bahkan, menurut Sukadi, dari ratusan ribu orang pekerja di Klaten, ada 50% yang meneria upah dibawah UMK. Ia berharap pemerintah dan BPJS bisa memberikan sosialisasikan kepada pekerja sehingga ada kejelasan jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan bagi para pekerja. Selain itu, program tersebut diharapkan tidak memberatkan para pekerja.

Terpisah, Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Klaten, Slamet Widodo, mengatakan masih menunggu mekanisme lebih lanjut tentang pelaksanaan program BPJS Ketenagakerjaan dari pemerintah pusat. Pelaksanaan program tersebut diperkirakan dimulai pertengahan 2015. “Kami masih menunggu regulasinya karena belum ada ketentuan untuk pembayaran premi dan mekanisme untuk BPJS Ketenagakerjaan. Sedangkan rencana pemberlakuannya diperkirakan pertengahan 2015. Tapi, kemungkinan ada perbedaan program dari BPJS Kesehatan karena ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan dan pekerja itu sendiri,” katanya saat dihubungi Solopos.com.

Ia juga menyatakan saat ini masih banyak pekerja yang menerima upah dibawah UMK. Dari ratusan ribu orang pekerja di Klaten, ada sekitar 50% yang menerima upah dibawah UMK. Namun, pihaknya tidak bisa menindak perusahaan selama pekerja tidak melapor, serta sudah kesepakatan pemberian upah antara perusahaan dan pekerja. Sumber

Jumat, 10 Januari 2014

Napi dan PGOT di Klaten Tak Masuk BPJS

Pada awal pelaksanaan program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehataan 2014 ini, narapidana (napi) serta pengemis gelandangan dan orang telantar (PGOT) tidak masuk dalam jaminan kesehatan itu. Padahal, sebelumnya mereka terdaftar dalam Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) nonkuota.

Terkait itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten mengirimkan surat ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk meminta solusinya. Ke depan, jika mereka menjadi tanggungan pemerintah daerah, Dinkes akan memasukkan dalam BPJS dengan biaya dari APBD Klaten.

“Tidak masuknya napi dan PGOT dalam BPJS, baru kami ketahui setelah program itu mulai berjalan pada 1 Januari. Kami pun menindaklanjuti dengan mengirimkan surat ke Kemenkes melalui Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk solusinya. Sebab, mereka juga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan,” kata Kepala Dinkes Klaten, Ronny Roekmito, saat ditemui wartawan di ruang kerjanya akhir pekan lalu.

Ia menyatakan siap mengusulkan jaminan kesehatan kedua kelompok itu ke APBD Klaten dan menjadi tanggungan daerah jika napi dan PGOT tidak ditanggung pemerintah pusat. Ia pun berharap pemerintah pusat segera memberikan kejelasan untuk jaminan kesehatan napi dan PGOT.

Sementara itu, Kepala LP Kelas IIB Klaten, Julianto Budi Prasetyono, mengatakan pada 2014, anggaran kesehatan untuk napi sangat minim. Ia ingin napi yang merupakan warga binaan di lapas itu bisa mendapat jaminan kesehatan. Menurutnya, tidak semua napi berasal dari keluarga yang mampu secara ekonomi.

“Tahun ini, anggaran untuk kesehatan warga binaan di LP hanya Rp1,5 juta untuk satu tahun. Jumlah itu sangat minim dibanding 2013 sekitar Rp15 juta. Kalau mereka tidak mendapat jaminan kesehatan, maka anggaran kami tidak akan cukup. Padahal, warga binaan yang menjadi tanggungan kami ada 317 orang dan tidak semuanya dari keluarga mampu,” katanya saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (3/12/2013).

Hal serupa juga diungkapkan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Klaten, Slamet Widodo. Sementara ini, jika ada PGOT yang dirawat di rumah sakit, biayanya akan diambil dari dana bantuan sosial dalam APBD Kabupaten.

“Nantinya, biaya perawatan PGOT yang sakit akan kami ambilkan dari bantuan sosial yang tidak direncanakan jika akhirnya tidak ditanggung pemerintah pusat. Tapi, kami berharap pemerintah pusat bisa memperhatikan hak kesehatan mereka seperti saat masih terdaftar dalam Jamkesmas nonkuota,” tuturnya. Sumber

Pemkab Klaten Siapkan Rp8 Miliar untuk Program BPJS

Pemkab Klaten menyiapkan anggaran sekitar Rp8 miliar dalam APBD 2014 untuk peserta Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) yang didaftarkan dalam Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS). Sedangkan dari hasil pendataan Dinas Kesehatan, peserta Jamkesda sebanyak 29.606 orang.

“Di dalam APBD 2014, kami sudah menyiapkan dana Rp8 miliar untuk 31.000 peserta Jamkesda. Tapi, dari hasil pendataan, hanya ada 29.606 peserta karena keterlambatan beberapa desa saat mengumpulkan data. Untuk sisanya, akan kami koordinasikan dengan DPPKAD terlebih dahulu apakah masih bisa atau tidak,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Klaten, Ronny Roekmito, Kamis (2/1/2013).

Sedangkan jumlah peserta Jamkesmas di Klaten yang masuk dalam BPJS sebanyak 552.929 orang. Ia mengatakan peserta Jamkesda dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang masuk dalam BPJS berubah menjadi Penerima Bantuan Iuran (PBI). Mereka tidak dipungut iuran tetapi akan mendapat iuran sebesar Rp19.225 setiap bulannya untuk pelayanan kelas III.

Sedangkan peserta non-PBI terdiri atas 38.255 orang peserta Jamsostek, 4.000 orang anggota TNI dan Polri, serta 106.407 orang peserta dari kalangan pegawai negeri sipil (PNS) di Klaten. Mereka dikenai iuran Rp25.500 untuk pelayanan kelas III. Terkait pelayanan di rumah sakit, ia menyatakan tidak ada perbedaan dari sebelumnya. Sebab, semua peserta telah dimasukkan dan diikutkan dalam program tersebut. Sumber